Jeritan Pelaku UMKM Tanah Air Ditengah Gempuran Barang Impor Murah di TikTok

Jeritan Pelaku UMKM Tanah Air Ditengah Gempuran Barang Impor Murah di TikTok
WJtoday, Jakarta - Pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) ramai-ramai mengeluhkan bisnisnya yang goyang lantaran kalah saing di tengah ramainya gempuran produk impor yang masuk ke Tanah Air lewat TikTok.
Menhefari dari Dimensi, salah satu asosiasi reseller online, menceritakan saat ini persaingan usaha di platform e-commerce sudah tidak sehat sejak penjualan di TikTok Shop ditemukan banyak produk impor bermunculan.
Dia mengatakan, produk-produk impor tersebut dibanderol dengan harga murah sehingga produk UMKM kalah saing dan tidak dilirik.
“Kami di TikTok harga jatuh, karena ada harga di TikTok Shop yang sangat murah dan tidak masuk akal. Kami tidak bisa memilih ekspedisi dan tiba-tiba ada produk baru yang masuk,” ujar Menhefari saat ditemui Kompas.com belum lama ini.
Sementara Dian Fiona, pemilik usaha fesyen dari Bandung mengatakan, masuknya barang impor secara bebas tanpa dikenakan pajak, jelas membuat usaha dan brand lokal seperti usahanya juga terkena imbas. 
“Kami mempekerjakan para kepala keluarga dari kampung, sudah wajib pajak pula. Ketika ada produk dari China secara bebas untuk didistribusikan di online, kami jadi sulit bersaing. Jadi harus ada pengawasan di martketplace,” ucapnya.
Dia khawatir kondisi tersebut terus terjadi apalagi jelang akhir tahun biasanya jadi momen puncak penjualan online tertinggi.
“Jadi kami meminta perlindungan pemerintah, bagaimana agar produk kita berjaya di negeri sendiri,” kata Dian.
Hal ini juga dirasakan oleh Syukur, salah satu pengusaha tekstil asal Bandung. Syukur mengaku bisnisnya mengalami penurunan omzet hingga 50 persen sejak produk-produk impor masuk ke Tanah Air.
Dia mencontohkan di TikTok Shop banyak produk tekstil seperti cardigan, kemeja hingga sweater yang dijual murah Rp 25.000 per item.Hal tersebut membuat banyak pelanggan yang beralih berbelanja ke produk impor lantaran murah.
“Harganya pada di bawah harga produk penjualan (HPP) jadi enggak akan bisa masuk, TikTok Rp 25.000, Rp 30.000, jadi kita enggak dilirik,” kata Syukur.
Lantaran tak bisa bersaing, Syukur dan timnya pun memilih untuk beralih usaha dai memproduksi kaos hingga cardigan menjadi fokus memproduksi hijab. Ia berharap agar pemerintah bisa segera mengeluarkan regulasi aturan main lewat revisi Permendag Nomor 50 tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha,
Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
“Semoga aturannya cepat dikeluarkan biar persaingannya sehat dan melindungi kami yang UMKM,” pungkasnya. 
TikTok Ingkar Janji, Teten Panggil Soal Barang Impor Murah

Sementara itu, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Teten Masduki, akan kembali memanggil TikTok. Hal ini dilakukan lantaran masih ditemukan praktik predatory pricing di Tiktok Shop.
"Nanti saya akan panggil lagi," kata Teten, melalui keteranganya belum lama ini.
Teten melihat belum ada perubahan dari TikTok sejak terakhir dipanggil Juni lalu. Masih ada aktivitas perdagangan cross border sehingga barang-barang impor murah masih banyak ditemui di platform tersebut.
Kondisi ini disebut akan memberatkan para pelaku UMKM untuk menjalankan bisnisnya di platform tersebut.
"Coba lihat TikTok kan janji untuk tidak melakukan predatory pricing, tapi saya lihat tadi di online, parfum Rp 100, celana pendek Rp 2.000, itu HPP-nya aja ongkos produksinya di dalam negeri sudah pasti di atas Rp 5.000. Jadi belum ada perubahan dari TikTok," ujarnya.
Menurutnya ada yang keliru dari bea masuk barang-barang ini, sehingga mereka bisa menjual dengan harga murah di platform online seperti Tiktok Shop di Indonesia.
"Gini jadi kan misalnya masih ada harga masuk begitu murah dan ternyata kita juga itu bukan retail online dari sana. Pas begitu impor biasa masuk dulu barangnya ke dalam negeri baru jualan di sini. Berarti saya melihat ini ada yang keliru dari bea masuknya," jelas dia.
Oleh karena itu, pihaknya mendorong agar revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik bisa segera selesai.
Saat ini aturan itu masih diharmonisasi dengan berbagai lembaga terkait.
"Belum, ini masih harmonisasi, dan ini kelamaan memang. Kita kan udah sejak Januari, sejak Mendag yang lama dan ini udah kelamaan. Makanya kita akan push terus, harusnya si jadi secepatnya, saya kira poin-poinnya sudah diatur." pungkasnya.***