Cuaca Panas di Thailand-Filipina-Bangladesh Dilaporkan Memakan Korban, Ini Respons Kemenkes RI

Cuaca Panas di Thailand-Filipina-Bangladesh Dilaporkan Memakan Korban, Ini Respons Kemenkes RI

WJtoday, Jakarta - Cuaca panas belakangan dilaporkan di banyak wilayah negara Asia. Thailand baru-baru ini mencatat 30 warga tewas akibat serangan panas atau heatstroke, Filipina hingga Bangladesh menutup sekolah selama dua hari di tengah teriknya suhu panas yang mendekati 50 derajat Celcius.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebut Indonesia masih relatif aman dan sejauh ini tidak melaporkan kasus heatstroke akibat cuaca panas ekstrem. Namun, pemerintah disebutnya bakal fokus melakukan monitoring atau pemantauan jika ada perubahan suhu ekstrem dan memicu risiko kesehatan.

Risiko kesehatan menurutnya yang bisa terjadi selain heatstroke adalah radiasi tinggi yang berakhir kanker kulit.

"Kenaikan suhu selalu terjadi secara musiman, jadi penanganan karena kenaikan suhu itu kita tangani nggak ada yang berubah, di indonesia sendiri kita tidak melihat ada kenaikan suhu yang tinggi, kalau saya boleh bilang, yang penting buat kita monitoringnya aja, yang berubah itu apa, bukan hanya kenaikan suhu saja," beber Menkes saat ditemui detikcom di Hotel West In, Senin (29/4/2024).

"Ada yang bilang permukaan laut naik, ada yang bilang nanti radiasi UV-nya naik, nah aku bilang ke teman-teman yuk kita prioritisasi mana sih yang paling memiliki dampak kesehatan yang paling besar, nah itu yang kita fokuskan untuk kita tangani, jadi bukan hanya kenaikan suhu saja, ada radiasi, ada air, vektor, binatang kan perilakunya berubah itu yang menyebabkan pandemi juga, ini nanti teman-teman yang ahlinya kita minta untuk meneliti lebih baik," sorotnya.

Di sisi lain, Budi menyebut cuaca panas ekstrem yang dipengaruhi El Nino sebetulnya berdampak pada tren kasus demam berdarah dengue (DBD). Terlihat kenaikan dalam setahun terakhir di tengah fenomena tersebut, kasus DBD baik dari jumlah pasien baru dan angka kematian mencapai tiga kali lipat.

"Sudah terbukti el Nino meningkatkan kasus DBD dan ini terjadi setiap tahun, artinya kita harus punya monitoring lebih baik terkait krisis iklim," pungkasnya.

BMKG Beri Warning! Cuaca Ekstrem Masih Intai Banyak Wilayah RI

Sementara itu, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mewanti-wanti masyarakat terkait potensi cuaca ekstrem di periode peralihan musim. BMKG menyebut sekitar 63 persen wilayah di Indonesia bakal mengalami awal musim kemarau di Mei minggu pertama hingga Agustus 2024.

Pihaknya ikut menyoroti laporan awal pekan ini yang menunjukkan gelombang panas (heat wave) melanda berbagai negara Asia dan Asia Tenggara. Thailand yang wilayahnya berdekatan dengan Indonesia, mencatat suhu maksimum mencapai 52 derajat Celcius. Sepanjang 2024 dilaporkan 30 orang meninggal akibat serangan panas di Thailand.

Bagaimana di Indonesia?

BMKG melaporkan suhu panas maksimum di beberapa wilayah misalnya Medan di 21 April berada di atas 36,5 derajat Celcius. Sementara di periode yang sama pada Sumatera Utara mencapai suhu maksimum 37 derajat Celcius, dan di Saumlaki, Maluku mencapai suhu maksimum sebesar 37,8 derajat Celcius, serta pada 23 April di Palu, Sulawesi Tenggah mencapai 36,8 derajat Celcius.

Selain cuaca panas, BMKG memonitor masih terjadinya hujan intensitas sangat lebat hingga ekstrem sejak 22 April 2024 di beberapa wilayah di Indonesia, antara lain di wilayah berikut:

Luwu Utara (Sulawesi Selatan)

Banjarbaru (Kalimantan Selatan)

Kapuas Hulu (Kalimantan Barat)

Tanjung Perak Surabaya (Jawa Timur).

Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto mengungkapkan dalam sepekan ke depan, BMKG mengidentifikasi masih adanya potensi peningkatan curah hujan secara signifikan, yakni di sebagian besar Sumatera, Jawa bagian barat dan tengah, sebagian Kalimantan dan Sulawesi, Maluku dan Sebagian besar Papua.

"Potensi hujan signifikan terjadi karena kontribusi dari aktivitas Madden Julian Oscillation (MJO), Gelombang Kelvin dan Rossby Equatorial, serta kondisi suhu muka laut yang hangat pada perairan wilayah sekitar Indonesia," beber Guswanto dalam siaran pers, dikutip Minggu (28/4/2024).

"Hal ini tentu saja dapat meningkatkan pertumbuhan awan hujan di beberapa wilayah di Indonesia," pungkasnya.

Guswanto juga menjelaskan terkait dengan fenomena suhu panas di Indonesia, bahwa hal tersebut terjadi karena posisi semu matahari pada bulan April berada dekat sekitar khatulistiwa dan menyebabkan suhu udara di sebagian wilayah Indonesia menjadi relatif cukup terik saat siang hari. Fenomena suhu panas di Indonesia bukan merupakan heat wave (gelombang panas), karena memiliki karakteristik fenomena yang berbeda, hanya dipicu oleh faktor pemanasan permukaan sebagai dampak dari siklus gerak semu matahari sehingga dapat terjadi berulang dalam setiap tahun.

Sementara itu, Kepala Pusat Meteorologi Publik Andri Ramdhani menerangkan bahwa pada bulan April merupakan periode peralihan musim dari musim hujan ke musim kemarau di sebagian besar wilayah di Indonesia, sehingga masyarakat perlu meningkatkan kewaspadaan dan antisipasi dini terhadap potensi cuaca ekstrem seperti hujan lebat dalam durasi singkat yang dapat disertai kilat/petir dan angin kencang, angin puting beliung, dan fenomena hujan es. Salah satu ciri masa peralihan musim adalah pola hujan yang biasa terjadi pada sore hingga menjelang malam hari dengan didahului oleh adanya udara hangat dan terik pada pagi hingga siang hari. Hal ini terjadi karena radiasi matahari yang diterima pada pagi hingga siang hari cukup besar dan memicu proses konveksi (pengangkatan massa udara) dari permukaan bumi ke atmosfer sehingga memicu terbentuknya awan.

Karakteristik hujan pada periode peralihan cenderung tidak merata dengan intensitas sedang hingga lebat dalam durasi singkat. Apabila kondisi atmosfer menjadi labil/tidak stabil maka potensi pembentukan awan konvektif seperti awan Cumulonimbus (CB) akan meningkat. Awan CB inilah yang erat kaitannya dengan potensi kilat atau petir, angin kencang, puting beliung, bahkan hujan es. Dalam dua hingga tiga hari ke depan, potensi labilitas Lokal Kuat yang mendukung proses konvektif pada skala lokal terdapat di hampir sebagian besar wilayah Indonesia.

Andri mengimbau masyarakat agar tetap tenang meski perlu tetap waspada terhadap potensi bencana terutama banjir yang sewaktu-waktu dapat terjadi, mengenali potensi bencana di lingkungan masing-masing khususnya di daerah rawan bencana, serta dengan langkah-langkah sederhana salah satunya dengan tidak membuang sampah sembarangan, bergotong royong menjaga kebersihan dan menata lingkungan sekitarnya.

"Pantau terus informasi peringatan dini cuaca melalui aplikasi infoBMKG untuk mendapatkan informasi yang lebih detail," tambah Andri.***