Galang Petisi Penolakan, LSM: Tunda Pemilu Pelanggaran Hukum Tertinggi di Indonesia

Galang Petisi Penolakan, LSM: Tunda Pemilu Pelanggaran Hukum Tertinggi di Indonesia

WJtoday, Jakarta - Sebanyak delapan LSM menggalang petisi penolakan penundaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Mereka menilai penundaan Pemilu merupakan pelanggaran hukum, politik, dan ekonomi.

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnia Agustyati mengatakan penundaan Pemilu melanggar Undang-Undang Dasar 1945.

Pasal 7 dan 22 ayat (1) memastikan presiden dan wakilnya hanya menjabat lima tahun. Setelah itu hanya bisa dipilih satu kali untuk masa jabatan.

"Kesimpulannya, menunda Pemilu 2024 berarti melanggar hukum tertinggi Negara Republik Indonesia," jelas Khoirunnia dalam keterangannya, Kamis (3/3.2022).

Namun menurutnya, elite partai di Senayan terus memperluas dukungan agar aturan yang membatasi masa jabatan presiden dan pelaksanaan Pemilu secara berkala diubah.

Dia pun menjelaskan, usul perubahan pasal UUD 1945 harus diajukan minimal 1/3 anggota MPR. Sementara, untuk mengubah pasal minimal 2/3 dari jumlah anggota MPR.

Saat ini, setelah PKB, Golkar, dan PAN menyatakan persetujuan penundaan Pemilu, maka hanya dibutuhkan satu hingga dua partai lagi untuk mengubah UUD 1945.

Baca juga: Yusril Ihza Mahendra: Hanya Ada Tiga Jalan untuk Menunda Pemilu

"Lalu koalisi DPR yang amat besar pendukung pemerintahan Presiden Jokowi, lebih dari cukup untuk melancarkan amendemen," terang Khoirunnia.

Khoirunnia juga mengingatkan penundaan Pemilu dan memperpanjang masa jabatan melanggar prinsip universal demokrasi. Tindakan itu juga melanggar prinsip pemerintahan presidensial.

Menurutnya, menunda Pemilu dengan alasan ekonomi yang terdampak pandemi Covid-19 bertolak belakang dengan kebijakan pemerintah sebelumnya yakni, Pilkada 2020 yang digelar saat kasus Covid-19 sedang tinggi.

"Amandemen itu akal-akalan belaka karena sangat bertentangan dengan konstitusionalisme pembatasan kekuasaan," ujar Khoirunnia.

Selain Perludem, sejumlah lembaga pemerhati demokrasi lainnya antara lain Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) dan Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI), danKomite Pemantau Legislatif (Kopel), Konstitusi Demokrasi (Kode) Inisiatif.

Lalu, Network for Democracy and Electoral Integrity (NETGRIT) dan Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas.

Mereka menggalang penolakan publik melalui laman change.or.id.  ***