Yusril Soal Honor Rp100 Miliar: Komisi Orang kok Dipersoalkan

Yusril Soal Honor Rp100 Miliar: Komisi Orang kok Dipersoalkan

WJtoday, Jakarta - Yusril Ihza Mahendra membantah dibayar Rp100 miliar oleh kubu Moeldoko untuk mengajukan judicial review terhadap anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) Partai Demokrat kubu Agus Harimurti Yudhoyono ke Mahkamah Agung (MA).

Menurut Yusril, tudingan dari kubu AHY sangat tidak substansial terkait kasus yang sedang ditanganinya.

"Ini saran saya aja, bukan ngajarin ya, kepada Partai Demokrat. Siap-siap dia, hadapi argumen di MA. Bukan bikin isu-isu Yusril dibayar Rp100 miliar segala macam. Saya pikir itu enggak substansial," ujar Yusril yang dikutip dalam diskusi di kanal YouTube, pada Senin (4/10/21).

Yusril bilang, MA juga tidak akan peduli dengan isu-isu seperti itu. MA, kata Yusril, hanya peduli dengan laporan pemohon dan argumen dari pihak terlapor. Bukan mempersoalkan berapa bayaran kuasa hukum.

"Berapa dia dibayar, itu tergantung kesepakatan. Mau Rp1 miliar, mau Rp2 miliar, Rp100 miliar, mau gratis boleh aja. Semua itu halalan thoyyiban. Halal dan thoyib. Komisi kok dipersoalkan, rejeki orang kok dipersoalkan," tegasnya.

Selain itu Yusril juga menegaskan kalau dunia pengacara selalu berkaitan dengan sisi bisnis dan itu tidak bisa dipungkiri.

"Dunia advokat itu memang ada sisi bisnisnya. Berapa fee yang dibayarkan klien kepada advokat tidak ada batasannya," ucapnya lebih lanjut.

Yusril juga membantah tudingan Demokrat dari kubu Cikeas yang mengatakan bahwa 'hukum bisa dibeli, tetapi tidak untuk keadilan'.

Tudingan tersebut masih bisa dibenarkan apabila ada pihak jaksa, polisi dan hakim yang terbukti disuap demi menyalahi aturan hukum dan keadilan.

"Tetapi bagi advokat yang membela klien dengan benar menurut hukum, hal itu tidak ada kaitannya dengan 'jual beli' hukum. Advokat membela perkara di pengadilan. Yang memutus adalah hakim," tuturnya.

Kemudian Yusril juga mengatakan kalau pengacara tidak boleh menjanjikan kemenangan langsung kepada kliennya.

Dia bahkan menyamakan profesi pengacara sama dengan profesi dokter kepada para pasiennya.

"Dia (dokter) mengoperasi untuk menyelamatkan jiwa pasien. Tapi dia tidak boleh dan tidak bisa menjamin nyawa pasien itu pasti selamat, meski dokter mendapat honorarium dalam menjalankan tugasnya," tambahnya.

Lebih lanjut, mantan Mensesneg era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu mengatakan, sebagai bagian dari negara demokrasi, seharusnya Partai Demokrat pimpinan AHY dapat menghormati proses hukum yang berjalan.

Dia mengaku prihatin jika ada yang melemparkan isu-isu tak substansial atas kasus yang tengah ditangani.

"Ini kan Partai Demokrat, seharusnya menjunjung tinggi demokrasi. Masa terus bilang Yusril dibayar Rp100 miliar, begitu begini. Jadi enggak akademik intelektual sama sekali," ujar Yusril.

"Jadi kata Pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) tuh 'saya prihatin'. Ya saya prihatin lah dengernya ada yang bicara seperti itu. Jangankan Pak SBY, saya saja prihatin dengan cara-cara menanggapi seperti itu," imbuhnya.

Yusril mengatakan, dirinya bukan baru pertama kali menangani konflik politik. Dia menyebut, sebelumya pernah diminta menjadi kuasa hukum politisi senior Partai Golkar Aburizal Bakrie yang bermasalah hukum dengan Agung Laksono. Dia juga pernah menjadi kuasa hukum Djan Faridz untuk menghadapi Romahurmuziy saat ada konflik internal di PPP.

"Jadi, saya enggak mau ribut. Kalau sudah ke pengadilan ya kita hormatilah," pungkasnya. ***