Ditahan Kejagung Kasus Korupsi Tambang, Ini Peran eks Dirjen Minerba ESDM Ridwan Djamaluddin

Ditahan Kejagung Kasus Korupsi Tambang, Ini Peran eks Dirjen Minerba ESDM Ridwan Djamaluddin
Lihat Foto

WJtoday, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan eks Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin sebagai tersangka kasus korupsi penjualan ore nikel PT Antam Blok Mandiodo, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara.

Ridwan terlihat telah menggunakan rompi tahanan Kejagung dan diborgol saat keluar dari markas jaksa itu pada Rabu petang sekitar pukul 17.52 WIB.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana mengatakan selain Ridwan, Kejagung menjerat Sub-Koordinator RKAB Kementerian ESDM berinisial HJ sebagai tersangka.

"Hari ini kami tetapkan dua tersangka atas nama RD mantan Direktur Jenderal Mineral dan Batu bara di Kementerian ESDM dan yang kedua atas nama HJ selaku sub-koordinasi RKAB Kementerian ESDM," kata Ketut dalam keterangan persnya, Rabu 9 Agustus 2023.

Ketut mengatakan, penetapan Ridwan Djamaluddin dan HJ sebagai tersangka itu berkaitan dengan jabatannya yang memberikan kebijakan terkait Blok Mandiodo.

"Jadi keduanya dari Kementerian ESDM, di mana peran yang bersangkutan adalah memberikan satu kebijakan yang terkait dengan Blok Mandiodo," kata Ketut.

Ketut mengatakan, dengan penetapan RJ dan HJ sebagai tersangka, maka total tersangka kasus korupsi yang sedang ditangani oleh Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengara itu sebanyak 10 orang.

"Terkait perkara di Kejaksaan Tinggi Sultra yang sampai saat ini sudah menetapkan tersangka 10 orang," kata Ketut. Menurut Ketut, para tersangka itu menyebabkan kerugian negara seluruhnya mencapai Rp 5,7 triliun.

Sebelumnya, kasus dugaan korupsi ini ditangani Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara sejak Februari 2023 lalu berkaitan dengan penambangan dan jual beli ore nikel di lahan PT Antam di Bumi Oheo Konawe Utara seluas 22 hektare melalui KSO antara Antam dan PT Lawu serta Perusahaan Daerah Sultra.

Dalam perjanjian KSO, PT Lawu sedianya menjual ore nikel ke PT Antam.

Namun, PT Lawu Agung Mining bersama 38 mitranya hanya menjual sebagian kecil saja ore nikel ke Antam, sisanya dengan jumlah yang lebih banyak malah dijual ke smelter Morowali dan Morosi.

Penjualan ke smelter ini menggunakan dokumen terbang atau penambang menyebutnya “dokter” perusahaan milik PT Kabaena Kromit Pratama (KKP).

Dokumen terbang ini hanya modus saja, penambangan ilegal ini dijual ke smelter menggunakan dokumen palsu dari KKP dan perusahaan lainya,” tuturnya

Temuan lain, penambangan melebar di luar area yang telah ditetapkan. Dalam klausul KSO, penambangan hanya boleh dilakukan dilahan seluas 22 hektare.

Penyidik menemukan penambangan diduga melebar di luar kawasan perjanjian KSO, luasnya mencapai 157 hektare. Penambangan yang dilakukan juga di kawasan Antam yang belum memiliki IPPKH.***