Kuasa Hukum Klaim Kasus Bendum PBNU Mardani Maming adalah Perkara Bisnis

Kuasa Hukum Klaim Kasus Bendum PBNU Mardani Maming adalah Perkara Bisnis

WJtoday, Jakarta - Kuasa hukum mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani H. Maming, Bambang Widjojanto, mengklaim Kasus yang menjerat kliennya merupakan perkara bisnis.

"Ini isunya sebenarnya transaksi bisnis. Transaksi bisnis, under line-nya (garis bawahnya) itu bisnis," kata Bambang usai menghadiri sidang perdana praperadilan yang diajukan oleh Mardani di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (12/7/22), sebagaimana dikutip dalam keterangan tertulis.

Namun, lanjut dia, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) justru menduga Mardani melakukan tindak pidana korupsi berupa gratifikasi.

"Akan tetapi, kemudian ada tuduhan dengan korupsi kalau yang dipakai Pasal 12A, 12B, dan Pasal 11 (Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi). Lah, itu isunya artinya gratifikasi. Itu terjadi lebih dari 10 tahun yang lalu. Ini ngomong gratifikasi 10 tahun yang lalu," kata Bambang.

Dengan demikian, dia menilai perkara ini menjadi menarik lantaran dugaan korupsi yang disematkan oleh KPK pada Mardani adalah persoalan transaksi bisnis.

"Nah, kalau under line-nya adalah transaksi bisnis yang jelas akadnya, terus ada tudingan seperti ini, ini 'kan jadi menarik. Kasus ini jadi menarik karena itu," kata Bambang.

Mantan pimpinan KPK ini juga menanggapi perihal anggapan bahwa perkara korupsi yang menjerat Mardani terjadi saat menjabat sebagai Bupati Tanah Bumbu.

Bambang mengatakan bahwa dugaan awal tentang tindak pidana korupsi oleh kliennya tersebut adalah mengenai pemberian izin usaha pertambangan (IUP).

"Karena yang menjadi dasar itu, under line-nya itu soal IUP, izin usaha pertambangan. Saya punya deretan argumen di situ, cuma saya tidak mau mengadili KPK di ruang media seperti ini. Kami bertarung gagasannya itu di ruang pengadilan. Pada saatnya nanti, akan kami kemukakan," ujar Bambang yang mengaku ditunjuk oleh PBNU sebagai kuasa hukum bagi Mardani.

Menanggapi klaim tersebut, Pelaksana Tugas (Plt.) Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam pesan singkat yang diterima di Jakarta, Selasa (12/7/22), menegaskan bahwa penyidikan kasus dugaan korupsi yang menjerat Mardani murni merupakan penegakan hukum.

"Kami tegaskan bahwa tidak ada kepentingan lain selain murni penegakan hukum karena adanya kecukupan alat bukti untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka dalam perkara ini," kata Ali.

Ia menyayangkan adanya pihak-pihak yang mencoba menggiring opini substansi perkara ini tanpa berdasarkan argumentasi hukum.

Oleh karena itu, Ali berharap bantahan tersebut tetap sesuai dengan koridor hukum.

"Sama-sama ikuti uji keabsahan syarat formal penyidikan perkara ini di depan persidangan yang terbuka untuk umum dimaksud," tambah dia.

Sebelumnya, pada hari Senin (27/5), Mardani mengajukan permohonan praperadilan di PN Jaksel atas penetapannya sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait dengan pemberian izin usaha pertambangan di Kabupaten Tanah Bumbu.

Dikutip dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Selatan, Mardani mendaftarkan permohonan praperadilan pada hari Senin (27/6) dengan klasifikasi perkara sah atau tidaknya penetapan tersangka.

Permohonan praperadilan Mardani itu teregistrasi dengan nomor perkara 55/Pid.Pra/2022/PN JKT.SEL. Sebagai pihak pemohon adalah Mardani dan pihak termohon adalah KPK c.q. penyidik KPK.

Sidang perdana praperadilan yang diajukan oleh Mardani itu diselenggarakan pada hari Selasa (12/7). Namun, sidang tersebut ditunda oleh majelis hakim PN Jaksel menjadi Selasa pekan depan karena KPK selaku pihak termohon tidak hadir dalam persidangan tersebut.

"Untuk memanggil termohon (KPK), sidang dilanjutkan pada hari Selasa tanggal 19 Juli 2022," kata hakim tunggal PN Jaksel Hendra Utama Sotardodo.***